Sabtu, 17 Agustus 2013

Beberapa Kunci Penting Dalam Latihan

 

Beberapa Kunci Penting Dalam Latihan

 

Ada tiga cara : pertama adalah pernapasan, kedua adalah olah batin dan ketiga adalah frekuensi. Jika ketiganya digabungkan, berarti hanya ada satu. Kalau kita terlalu memaksakan diri, untuk memasuki samadhi, kadang-kadang justru sebaliknya yang kita peroleh, tak dapat memasuki samadhi. Karena anda terlalu berusaha ingin menghilangkan pikiran yang bercabang-cabang, dan justru tidak berhasil, terus menerus berkutat disana, tiada henti-hentinya, Jika terlalu memaksakan diri, akan sulit memasuki samadhi, karena tidak akan mencapai pernapasan yang halus. Pernapasan menjadi kasar, sehingga sulit memasuki samadhi. Tetapi, jika terlalu rileks, apa pun tak dipikirkan, apapun tidak diacuhkan, keadaan demikian terlalu santai, terlalu longgar, mudah jatuh tidur, mudah mengantuk. Oleh karena itu berusahalah berada di antara memaksakan diri dan terlalu rileks, agar dapat memasuki samadhi. Ini adalah persoalan keseimbangan.

Saya sendiri, sejak dari Ballard (nama tempat) sana, sampai sekarang, selalu melakukan usaha pengimbangan. Saya melakukan usaha pengimbangan ini sudah hampir belasan tahun. Sampai akhirnya saya menemukan, jika pengimbangan antara memaksakan diri dan terlalu rileks dapat dilakukan secara tepat, akan mudah memasuki samadhi, memasuki samapatti. Ini harus melalui latihan yang berulang-ulang. Latihan yang amat sangat lama. Waktu di Ballard, inilah yang dilatih, latihan ini telah dijalani lama sekali. Jika anda terlalu memaksakan diri, pikiran sulit terkonsentrasi sehingga sulit memasuki samadhi, karena pernapasan menjadi kasar. Jika terlalu halus, terlalu rileks, mudah tertidur. Oleh karena itu, bagi yang sering tertidur harus tegap sedikit, bagi yang terlalu tegap harus rileks sedikit. Ini adalah soal keseimbangan, yaitu Jalan Tengah. Kita harus bersikap serupa dalam kehidupan sehari-hari. Jika anda terlalu kaku menjalani sila, terlalu terpaku pada sila, dengan kata lain terlalu memaksakan diri, akan terbelenggu. Jika anda terlalu liar, terlalu longgar, bertindak semau gue, akan terjerumus ke dalam keduniawian. Berada di antara keduanya adalah Jalan Tengah. Jangan terlalu kaku menjalani sila, tetapi juga jangan terlalu liar, inilah kuncinya. Bagi yang sama sekali tidak mematuhi sila, harus diketatkan. Bagi yang terlalu ketat dalam menjalani sila, harus diperlonggar sedikit. Ini adalah sabda para Buddha dan Bodhisattva, yaitu tidak bersikap ekstrim (Jalan Tengah) terhadap sesuatu yang ada di dunia ini. Jangan terlalu memaksakan diri, jangan juga terlalu rileks, dengan demikian barulah dapat memasuki samadhi

Sekarang, setelah belajar sekian lama, dengan ilmu keseimbangan, asal suasananya tenang, dalam proses penjapaan mantra, dalam proses penghitungan japamala (tasbih), saya dapat memasuki samapatti dengan mudah. Bukan hanya pada saat memasuki samadhi, pada saat membunyikan ghanta (lonceng), pada saat membaca parinimana, saya pun bisa melakukan hal serupa. Kini setiap saat saya dapat memasuki samapatti. Saya hanya memperhatikan pernapasan, membuatnya teratur, dengan halus masuk kedalam hati, kemudian mengubah pikiran yang bercabang-cabang menjadi tunggal, dari tunggal lalu ditiadakan/dikosongkan. Memperhatikan warna napas yang masuk, pernapasannya amat halus, kemudian memperhatikan warna napas yang keluar, dengan segera dapat memasuki samapatti. Segera terjadi perputaran, segera ada aliran dharma yang terang benderang masuk ke ubun -ubun, keluar dari ujung kaki, berputar terus, inilah yang disebut sebagai pemutaran dharmacakra. Banyak persoalan, banyak hal yang perlu dilakukan, semuanya terselesaikan dalam memutaran dharmacakra ini. Tidak perlu berpanjang lebar memohon para Buddha dan Bodhisattva agar menolong siapa-siapa, tidak usah. Karena begitu dharmacakra berputar, segera muncul hasilnya, semua fenomena adikodrati akan muncul sendiri, sama sekali tidak perlu melakukan apa-apa, hanya berada dalam samapatti saja. Pada saat anda larut dalam samudra cahaya semesta alam, itulah saat pemutaran dharmacakra, itulah saat pekerjaan terselesaikan. Kalau ada orang menyebut kesaktian, sebenarnya mana perlu? Begitu anda memasuki samudra cahaya Vairocana, begitu anda memasuki samapatti, semuanya akan terselesaikan, mengalir sesuai dengan arus karma, hanya begitu saja . Mana ada suatu tindakan khusus yang begini begitu. Tidak ada! Sama sekali tidak ada. Kita hanya bercerita kepada para Buddha dan Bodhisattva saja, setelah itu baru memasuki keheningan dalam keheningan, dharmacakra akan berputar dengan sendirinya, berputar dan berputar terus.

Sekarang kalau saya memasuki samapatti, cepat sekali. Begitu memejamkan mata, begitu menghitung napas, begitu membayangkan warna napas, napas pun makin halus, akhirnya tercapailah samapatti. Bisa dengan cepat masuk, bisa juga dengan cepat keluar, menjadi sejenis keseimbangan, seimbang sekali. Dulu, saya belum bisa mencapai kemahiran demikian, waktu di Ballard juga belum bisa. Namun sekarang sudah bisa. Ini adalah proses menuju dhyana pertama, dhyana kedua, dhyana ketiga, dhyana keempat sampai arupadhatu, kemudian mencapai kearahatan. Namun, kemahiran ini --keseimbangan, harus dipelajari dengan tekun. Dari Jalan Tengah, seimbang, pikiran tidak muncul sampai tidak memikirkan apa-apa, anda larut dalam samudra cahaya. Tidak ada pintu, tetapi amat halus dan jelas, begitu memasuki keadaan halus dan jelas anda menuju pikiran yang terpusat, kemudian pikiran yang terpusat ini dihamburkan, masuk kedalam samudra cahaya. Oleh karena itu, saya menjamin, dengan berkata, “Jika ajal telah menjelang, asal saya memejamkan mata, kemudian, saya memasuki keadaan pernapasan yang amat halus, kemudian pikiran dipusatkan, memasuki samapatti, langsung bisa mencapai pembebasan”. Tetapi, jika badan jasmani anda menderita, tentu saja keadaanya menjadi lebih menyulitkan. Banyak orang karena memiliki karma penyakit yang amat berat, waktu menjelang meninggal, menderita sekali, memang menjadi lebih sulit! Jika dalam penderitaan itu, karma buruk anda telah lunas , kemudian sesaat menjelang ajal tiba, anda mohon adhistana dari para Buddha dan Bodhisattva, kemudian anda memanfaatkan ketrampilan meditasi anda selama ini, pasti akan terlahir di alam Buddha, pasti. Yang paling celaka adalah “tiba-tiba meninggal, tidak sempat menghitung napas, tidak sempat bermeditasi” atau “badan jasmani anda sangat menderita, seperti dicabik-cabik”. Pada saat demikian memang agak sulit melakukan meditasi. Yang penting adalah kita harus sering belajar memasuki samudra cahaya Vairocana, belajar bermeditasi, mencapai dhyana pertama, kedua, ketiga, keempat sampai arupadhatu, kemudian mencapai arahat, Bodhisattva dan akhirnya Buddha.
Cara yang saya gunakan, terus terang, sederhana sekali. Bernapas, membayangkan warna napas yang keluar dan masuk. Napas masuk berwarna putih, napas keluar berwarna hitam. Kemudian memanfaatkan frekuensi, memanfaatkan ulah batin.

Dulu, waktu saya melakukan visulaisasi, setahap demi setahap. Yaitu, Bodhisattva mengecil, bergerak menuju bagian atas kepala saya, masuk dari nadi tengah (awadhuti) saya, bunga teratai yang ada di dalam cakra hati saya menjadi mekar, di tengah-tengah nya ada huruf HUM. Kemudian Bodhisattva ini duduk di atas bunga teratai di dalam hati saya, lalu membesar, dalam sekejap berubah menjadi Yidam. Yidam adalah saya, saya adalah Yidam. Kemudian memasuki samapatti. Ini adalah cara visualisasi. Sekarang saya tidak perlu melakukan cara demikian lagi. Kini, dengan memperhatikan pernapasan, membayangkan napas masuk berwarna putih bersih, napas keluar berwarna hitam, masuk putih keluar hitam, masuk putih kel uar hitam, pernapasan makin halus, bergetar sesuai dengan frekuensinya, memasuki keadaan halus dan jelas, pikiran terkonsentrasi kemudian masuk ke dalam samudra cahaya Vairocana.

Silahkan mencobanya dengan cermat, saya rasa tidak terlalu sulit! Begitulah hasil penghayatan saya selama belasan tahun. Saya memasuki samapatti, seluruh badan segera terasa penuh berisi aliran dharma, seperti botol yang terisi air. Botol kosong kalau dituangi air akan menjadi penuh, demikian pula halnya seluruh badan saya terisi penuh. Tadi, seluruh badan seperti dilingkupi api, terbakar, menyala. Mula-mula apinya menyala dari Tan Tien, kemudian menyebar ke atas sampai kepala terasa terbakar habis, lalu kedua tangan ikut terbakar habis. Selanjutnya api berjalan kebawah membakar habis kedua kaki, sampai tak tersisa. Seluruh badan berada dalam api, kemudian terbakar habis tidak tersisa, akhirnya larut dalam samudra cahaya Vairocana. Ini adalah suatu hasil latihan, hasil penghayatan selama belasan tahun.

Dulu, dari ajaran Tantra, kita diberitahu membayangkan Buddha Amitabha hadir, berubah menjadi sebuah titik cahaya, titik cahaya yang amat kecil, yang bergerak menuju ubun-ubun, kemudian masuk kedalam awadhuti (nadi tengah). Bunga teratai dalam cakra hati menjadi mekar, di tengah-tengah ada sebuah aksara HRIH. Anda seharusnya membayangkan hati berubah menjadi bentuk tudung paying, ditengah-tengahnya ada aksara HRIH, kemudian Buddha Amitbha duduk di atas aksara HRIH itu. Lalu dari ukuran yang amat kecil secara perlahan membesar, membesar, membesar dan menjadi seukuran dengan tubuh anda. Bayangkanlah diri sendiri merupakan Buddha Amitbha dalam sekejap berubah menjadi Buddha Amitabha! Ini merupakan sejenis ulah batin, sejenis visualisasi. Membayangkan diri sendiri berubah menjadi cahaya yang kemudian larut dalam samudra cahaya Vairocana. Ini adalah cara visualisasi Tantrayana, yang digabungkan dengan pernapasan dan frekuensi untuk memasuki samadhi.

 

Sumber

Tidak ada komentar: