Kunci Dari Maha Puja
Puja berarti mempersembahkan. Ke atas mengandung makna mendekati, melayani, menghormati. Ke bawah mengandung makna merasa simpati, mengasihani, memelihara.
Umumnya persembahan kita ada enam yaitu bunga, wewangian (parfum), air, dupa, makanan dan pelita yang masing – masing melambangkan dana, sila, ksanti (kesabaran), wirya (rajin, bersemangat), dhyana (meditasi) dan pradnya (kearifan).
Delapan persembahan dari Tantrayana adalah sangkha (cangkang keong), air pembersih (air sabun) dan enam persembahan di atas.
Selain itu masih ada tujuh persembahan, 27 persembahan dan 37 persembahan yang terdiri dari : Gunung Sumeru, Benua Purwawideha, Benua Jambudwipa, Benua Awargodaniya, Benua Uttarakuru, surya, candra, delapan benua kecil, cakraratna, hastiratna (gajah), aswaratna (kuda), maniratna (permata), parinayakaratna (jenderal), striratna (gadis), gerhapatiratna (kepala rumah tangga), botol mestika, gunung mestika, kerbau mestika, beras (bukan beras ketan), maharatnachatra (payung besar), ratnachatra kecil, gadis pemegang parfum, gadis penghibur, gadis kebun, gadis penyanyi dan gadis penari.
Delapan benua kecil terhitung sebagai delapan persembahan sehingga seluruhnya ada tiga puluh tujuh persembahan.
Tatacara Mahapuja Tantrayana adalah sebagai berikut :
Tangan membentuk mudra Puja (Persembahan).
Cara membentuk mudra Puja adalah sebagai berikut :
punggung kedua jari manis saling bersandar dan berdiri tegak, lalu kedua jari tengah bersilang dan dibuat lurus-mendatar, kemudian masing – masing telunjuk mengait ujung jari tengah, dan masing – masing ibu jari menekan ujung jari kelingking.
Arti dari mudra tersebut adalah jari manis yang berdiri tegak melambangkan gunung Sumeru, 2 celah di antara jari tengah melambangkan bulan dan bintang, jari kelingking dan jari tengah melambangkan benua besar, dan jari telunjuk serta ibu jari yang mengait melambangkan 4 raja langit.
Benda- benda persembahan dibayangkan dengan jelas, kemudian dijelmakan menjadi sebaris, lalu memenuhi sebidang permukaan, akhirnya memenuhi sepuluh penjuru jagad raya, tak terhitung banyaknya, tak ada batasnya.
Bacalah Gatha dan Mantra Puja :
須彌四週並日月。化諸珍寶供養佛。種種珍奇諸功德。消業速速證菩提。
(xu mi si zhou bing ri yue. hua zhu zhen bao gong yang fo. zhong zhong zhen qi
zhu gong de. xiao ye su su zheng pu ti.)
Artinya : “Gunung Sumeru, keempat benua dan surya candra,
Serta berbagai ratna menikam,
Kupersembahkan kepada-Mu Hyang Buddha,
Semoga dengan kebajikan ini,
Dapat melenyapkan karmawarna dan mencapai pencerahan agung.”
嗡。沙爾娃。打他架打。衣打木。古魯拉納。面渣拉。襟。尼里耶。打耶咪。
(Om. Sha er wa. Da ta jia da. Yi da mu. Gu lu la na. Mian zha la. Gan. Ni li ye. Da ye mi.)
Selanjutnya mudra disentuhkan ke dahi dan dilerai.
Kita yang menekuni ajaran Sang Buddha, pertama – tama harus belajar memberi persembahan yang sebanyak – banyaknya. Dengan persembahan yang diberikan kepada Acarya, Triratna dan Dharmapala ini, kita mohon diberkati agar dapat berhasil dalam melatih diri. Prinsipnya adalah, dengan kekuatan pikiran yang dibantu oleh mudra dan mantra, persembahan berupa gunung Sumeru, suryacandra, keempat benua besar, saptaratna dan delapan mestika diubah menjadi sebanyak awan seperti lautan, tak terhitung jumlahnya. Persembahan demikian amat luhur dan menakjubkan. Persembahan demikian merupakan cermin kesucian dan keagungan. Persembahan demikian merupakan persembahan yang mahabesar.
Kita bukan hanya belajar cara untuk melakukan Mahapuja saja, yang lebih penting lagi adalah mengerti kunci dari mahapuja. Sebetulnya kunci dari Mahapuja adalah berdana dan tanpa pamrih.
Berdana adalah memberikan apa yang dimiliki sendiri kepada orang lain. Ada tiga jenis. Yang pertama adalah berdana materi (Amisa Dana) yaitu menolong orang sakit atau miskin dengan materi. Kedua adalah berdana dharma (Dharma dana), yaitu mengajarkan Dharma kepada orang lain agar berbuat kebajikan dan menjauhi keburukan. Yang ketiga adalah berdana ketakgentaran (Abhaya Dana) yaitu tanpa memikirkan keselamatan diri sendiri membantu membebaskan orang lain dari kesulitannya.
Berdana bertujuan untuk mengatasi sifat kikir dan serakah.
Saya beranggapan, tanpa pamrih-lah yang merupakan kunci dari Mahapuja. Untuk mengatasi sifat kikir dan serakah, tanpa pamrih-lah obatnya.
Tanpa pamrih, berarti tidak memiliki maksud apa – apa atau mengharapkan imbalan. Karena Tanpa Pamrih, sehingga menjadi Acititika, pikiran ini tidak melekat pada sesuatu, akibatnya adalah wikalpa (pikiran yang bercabang – cabang / khayalan) tidak muncul. Tidak melekat, tidak terikat, murni adanya. Tanpa pamrih merupakan persembahan yang tiada batas dalam Mahapuja. Dengan pamrih merupakan pahala yang terbatas dalam Mahapuja.
Saya harap anda sekalian menyimak Bab keempat dari Wajracchedika Sutra (Cin Kang Cing atau Kim Kong Keng) :
“selanjutnya, Subhuti, dalam melaksanakan dana (berdana) seorang Bodhisattva seharusnya tidak melekat pada apa pun juga. Ia seharusnya berdana tanpa pikirannya melekat pada bentuk (rupa); tanpa pikirannya melekat pada suara, bau – bauan, rasa, sentuhan atau bentuk – bentuk pikiran (dharma). Subhuti, demikianlah sepatutnya seorang Bodhisattva berdana tanpa kemelekatan. Mengapa demikian? Karena jika seorang Bodhisattva berdana tanpa kemelekatan. Maka kebajikannya besar sekali, tak ada batasnya. Subhuti, bagaimana pendapatmu? Apakah ruang angkasa arah timur atas batasnya?” “tidak, Bhagawan!” “Subhuti, apakah ruang angkasa arah selatan, barat, utara, atas, bawah atau arah mana saja ada batasnya?” “tidak, Bhagawan!” “Subhuti! Seorang Bodhisattva yang berdana tanpa kemelekatan, kebajikannya pun demikian, tak ada batasnya. Subhuti, seorang Bodhisattva seharusnya bersikap demikian”.
Berdana tanpa kemelekatan merupakan berdana tanpa pamrih, kebajikannya tiada batas. Saya memahami bahwa, jika kita melakukan Mahapuja, jika kita berdana tanpa pamrih, pahala yang diperoleh pun akan sebesar angkasa raya, tiada batas. Untuk menaklukkan pikiran yang suka mengkhayal (wikalpa), caranya adalah bersikap tanpa pamrih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar