Rabu, 21 Agustus 2013

Sila Boshisattva

 

Sila Boshisattva

 

6 Pelanggaran Berat

1. Membunuh
Para umat yang mendalami Buddhadharma dan sebagai upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, nyawa sekecil semut pun, tidak pula diperkenankan sembarang dibunuh. Terutama bagi yang telah menerima sila, bila menyuruh orang lain melenyapkan nyawa makhluk hidup, atau sendiri yang melakukan pembunuhan, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, atau upasaka-sika yang bejat, atau upasaka-sika yang ternoda, atau upasaka-sika yang terbelenggu.

2. Mencuri
Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan mencuri dan merampas harta milik orang lain, sekalipun dana sekecil apapun juga tidak diperkenankan. Apabila melanggar Sila Mencuri, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

3. Berdusta
Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan berkata tidak jujur mendustai orang. Misalnya, “Saya telah mencapai tingkat Bodhisattva”, “Telah melampaui tiga alam dan memperoleh sidhi Arahat” dan sebagainya, hal semacam ini yang mana belum mencapai dikatakan mencapai telah merusak kedisiplinan sila. Orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

4. Berzinah
Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan hubungn intim dengan orang ketiga di luar pasangan suami istri (Apabila melakukan hubungn intim dengan istri sendiri yang sedang menjalani sila, saat lagi hamil tua, menyusui, atau pun melakukan hubungan suami istri dengan cara tidak wajar, juga termasuk berzinah), apabila melanggar Sila Berzinah, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

5. Menjual Beli Miras
Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan transaksi jual-beli minuman keras atau sejenisnya (termasuk jenis barang yang dapat memabukkan pikiran manusia), apabila melanggar Sila Menjual-beli Miras, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

6. Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah
Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan menyebar-luaskan kesalahan para bhiksu dan bhiksuni, atau menyebar-luaskan kesalahan para upasaka dan upasika, apabila melanggar Sila Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah (bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika), orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.


28 Pelanggaran Ringan

1. Tidak Berbakti pada Orang Tua dan Guru
Para siswa yang mendalami Buddha Dharma, menurut ajaran sila Sang Buddha, apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, tidak menghormati dan berbakti pada orang tua dan guru (orang bijak yang mengajari Dharma), upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci karena tidak berbakti, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

2. Bermabuk-mabukkan
Apabila upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, terlalu kecanduan pada kesenangan duniawi dengan bermabuk-mabukan, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak bersih dalam ucapan, pikiran, dan perbuatan, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

3. Tidak Menjenguk Orang Sakit
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila terdapat saudara atau rekan yang menderita sakit, malah menjauhi dan tidak bersedia membesuk atau merawat orang yang sakit, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan welas kasih, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

4. Tidak Memberi Sedekah
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila bertemu dengan kaum papah yang datang mohon sedekah (atau yang datang mohon Dharma, kitab suci, dan pratima), hendaknya membaginya sesuai kemampuan, apabila sengaja membiarkan kaum papah pulang dengan tangan kosong, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan kikir, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

5. Tidak Menghormati Catur Parsadah
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila bertemu dengan bhiksu, bhiksuni, upasaka-upasika yang lebih senior dan bijak, tidak sudi berdiri menyambut dan memberi salam dengan santun, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan angkuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

6. Timbul Kesombongan Melihat Orang Lain Melanggar Sila
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila melihat bhiksu, bhiksuni, upasaka-upasika yang melanggar sila, lalu dalam hati timbul rasa sombong dan meremehkan, merasa diri sendiri lebih terpuji dan orang lain tidak sebanding, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki Bodhicitta, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan angkuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

7. Tidak Menjalani Atanksila
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, dalam setiap bulan, pada enam hari tertentu (hari ke-8, ke-14, ke-15, ke-23, ke-29, ke-30, kalau bulan yang tak memiliki hari ke-30, maka sebagai gantinya hari ke-28 dan ke-29) tidak menjalankan atanksila serta tidak memberi persembahan pada Sang Triratna, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan menjalankan sila, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan melanggar sila, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

8. Tidak Mendengarkan Dharmadesana
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, dalam setiap bulan, bila mengetahui dalam radius 40 li terdapat tempat sadhana yang sedang membabarkan Dharma, namun tidak sudi hadir untuk mendengarkannya, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan mendalami BuddhaDharma, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan melanggar sila, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

9. Menggunakan Sarana Milik Sangha
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, tanpa persetujuan Sangha, sembarangan menggunakan barang yang dipersembahkan oleh para umat untuk Sangha, antara lain tempat tidur, tempat duduk dsbnya (termasuk segala peralatan yang digunakan oleh Sangha), upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan rasa hormat pada Sangha, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan bersifat serakah, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

10. Meminum Air Berbakteri
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, meskipun mengetahui dalam air minuman terdapat micro organ, namun tak menghiraukan Sila Membunuh dan meminumnya, apasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki rasa welas kasih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam tiga samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan membunuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

11. Berjalan di Tempat Berbahaya
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila bepergian bakal melewati tempat berbahaya, namun tidak ingin mengajak rekan menemani lalu berjalan sendiri, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki parjna dan Bodhi (tidak menghargai nyawa untuk belajar Buddha Dharma), meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan bertindak bodoh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

12. Seorang Diri Bermalam di Vihara Bhiksuni
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, sendirian bermalam di vihara bhiksuni (hingga menjalin cinta, menciptakan belenggu, mendatangkan kecaman), upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan rasa hormat pada Sang Triratna, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan menjalin cinta, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

13. Berkelahi Demi Materi
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, demi keuntungan mencari nafkah, hingga memaki-maki atau memukuli pembantu, kacung, karyawan, orang luar dsbnya, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki rasa welas asih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci karena harta benda, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

14. Menyuguhkan Makanan Sisa
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, menyuguhkan makanan sisa kepada bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan hati mudita dan upeksa, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan bersifat kikir, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

15. Memelihara Kucing
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, memelihara hewan kucing atau sejenisnya yang suka membunuh (melanggar sila membunuh secara tak langsung), upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki rasa welas asih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak berwelas kasih, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

16. Memberi Makanan Kotor pada Hewan Pemeliharaan
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, sebelum menerima Bodhisattva Sila, hendaknya segala hewan pemeliharaan antara lain gajah, kuda, sapi, kambing, unta, keledai dan lain-lain, baik hewan kesayangan maupun hewan tenaga pekerja, agar dengan tulus serahkan kepada mereka yang belum menerima sila. Namun kalau pemberiannya sampai menerima ganti rugi, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila pula, tak lagi memiliki kebersihan triguhya, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara.

17. Tidak Berdana untuk Jubah Patra Karkata
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, hendaknya menabung dana untuk jubah patra karkata dan dipersembahkannya kepada bhiksu (bagi bhiksu yang belum memiliki sarana tersebut). Apabila bagi yang sanggup namun tidak berdana untuk hal tersebut, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki ketulusan rasa hormat pada Sang Triratna, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak berdana semestinya, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

18. Berladang di Air Kotor
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila mencari nafkah dengan berladang, hendaknya menjaga kebersihan air irigasi, tidak diperkenankan menggunakan air yang kotor, sekalipun bercocok tanam juga tidak diperkenankan menggunakan obat pembasmi hama. Apabila berniat membasmi, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki welas kasih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak berwelas kasih, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

19. Berdagang Tidak Jujur
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila mencari nafkah dengan berdagang, setelah terjadi transaksi, tidak boleh lagi mengubah harga, begitu pula mesti menggunakan alat timbang yang memenuhi syarat untuk melakukan penimbangan atas barang dagangan yang memerlukan penakaran. Jangan sengaja mengurangi jumlah takaran (hendaknya ditegur dengan baik-baik). Jika tidak, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki welas kasih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak berwelas kasih, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

20. Bersetubuh pada Waktu dan Tempat yang Tidak Layak
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, melakukan hubungan badan di luar kamar tidur sendiri (misalnya di vihara, tepi jalan, samping stupa, ruang ibadah, atau tempat umum), dan melakukannya pada hari suci Buddha Bodhisattva, Hari Waisak, Hari Atanksila, hari kelahiran ayah-ibu, hari kelahiran diri sendiri (artinya hari di mana ibu menderita), dan melakukannya pada siang hari, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki kesucain hati menjalankan sila, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan kebersihan ucapan, pikiran dan perbuatan, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

21. Tidak Menunaikan Pajak
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bagi yang bernafkah dengan usaha bisnis, baik retailer, maupun agen, atau ekportir importir, atau produsen, bila tidak mengikuti peraturan pemerintah dan memanipulasi pajak, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki kesucian triguhya, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan kebersihan ucapan pikiran dan perbuatan, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

22. Melanggar Hukum Negara
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila bertindak melanggar tata negara, peraturan negara, hukum negara, norma-norma tradisi dan sebagainya, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, menanam karma buruk ucapan, pikiran, dan perbuatan, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan kebersihan ucapan pikiran dan perbuatan, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

23. Tidak Mempersembahkan Makanan pada Sang Triratna
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila memperoleh makanan bersih antara lain buah-buahan, lauk-pauk dan sebagainya, langsung memakannya tanpa terlebih dahulu mempersembahkannya pada Sang Triratna, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, bertindak tidak menghormati Sang Triratna, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan angkuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

24. Tidak Mendengarkan Ceramah dari Sangha Malah Berceramah Sendiri
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, tanpa persetujuan Sangha lalu memberi ceramah Dharma sendiri, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, bertindak tidak menghormati Sang Triratna, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak menghormati Sang Triratna, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

25. Bertindak Lancang di Hadapan Panca Parsadah
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila berjalan bersama Panca Parsadah (bhiksu, bhiksuni, sramanera, sramanerika, dan siksamana), hendaknya berjalan di belakang Panca Parsadah agar menaruh kehormatan pada Sangha. Bila bukan dalam kondisi khusus (misalnya ada rintangan jalan, bahaya, amanat dll.) lalu sengaja berjalan melampauinya, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, bertindak tidak menghormati Sang Triratna, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan angkuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

26. Berdana kepada Sangha dengan Tidak Adil
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, pada kesempatan perjamuan bersama bertindak tidak adil, yaitu memberi persembahan makanan lezat secara berlebihan hanya pada bhiksu yang disukainya saja, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki keseimbangan batin dalam hal persembahan, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan keseimbangan batin, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

27. Memelihara Ulat Sutra
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, bila mencari nafkah dengan memelihara ulat sutra, (sebelum dicabut sutranya, ulat akan digodok dengan air mendidih, hal ini melanggar Sila membunuh), upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki welas kasih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke tiga alam samsara. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan berbuat karma membunuh, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

28. Acuh Saat Melihat Orang Sakit
Apabila ada upasaka-upasika yang bersradha memuja Sang Triratna, setelah menerima Bodhisattva Sila, dalam kesempatan di tengah jalan bertemu orang yang menderita sakit, bila diri sendiri tak dapat memberi bantuan dan penolongan, juga tak dapat mencari bantuan dengan menghubungi rekan atau lembaga terkait, malah meninggalkannya tanpa memberi kepedulian, upasaka-upasika demikian berarti melanggar sila, tak lagi memiliki welas kasih, meskipun bersadhana juga tak akan meningkatkan jalan kebenaran, bahkan akan terjerumus ke alam yang lebih rendah. Sebab orang yang kehilangan hati suci dan tidak berwelas kasih, berarti ia sendiri telah menciptakan nidana samsara.

Tidak ada komentar: