Jari Dapat Menunjuk Bulan, Tetapi Jari Bukanlah Bulan
Suatu hari Bhiksuni Wu Jin Cang menemui Master Hui Neng, sesepuh ke 6 dari aliran Chan di China, untuk bertanya tentang Mahaparinirvana Sutra yang belum juga dapat dimengerti walaupun telah dipelajarinya selama bertahun-tahun. Katanya, “Guru, saya tidak mengerti dengan sutra di halaman sekian.” Lalu Master Hui Neng berkata, “Bacakanlah untukku.”
Bhiksuni bertanya, “Bukankah guru seharusnya sudah hafal isi kitab ini di luar kepala? Jangan-jangan guru…”
Master Hui Neng menjawab, ” Benar sekali muridku, aku buta huruf sejak kecil. Jadi tidak mungkin bagiku untuk membaca isi sebuah kitab.”
Bhiksuni Wu Jin Cang sangat terkejut saat mengetahui bahwa Master Hui Neng buta huruf. Ia merasa heran bagaimana Beliau dapat memahami kebenaran padahal tidak mampu membaca.
Lalu ia bertanya dengan gusar, “Jadi selama ini aku diajar oleh orang yang tidak bisa membaca dan menulis? Percuma aku belajar Chan (Zen) darimu, tidak ada gunanya!”
Master Hui Neng menjawabnya dengan tenang, “Muridku, tenanglah. Kau tahu apa ini?”, katanya sambil mengangkat telunjuknya.
Si murid menjawab, “Itu adalah jari telunjukmu.”
Master Hui Neng menunjuk bulan sambil bertanya, “Kalau itu apa?”
Jawab si murid, “Itu adalah bulan.”
Master Hui Neng berkata lagi, “Kalau tidak kutunjuk dengan telunjukku, apakah kau bisa melihat bulan?”
Si murid merasa bingung.
Si murid merasa bingung.
Lanjut Hui Neng, “Telunjuk adalah diibaratkan sebuah kitab dan semua ajaran di dunia. Rembulan adalah kebenaran mulia. Muridku, aku sudah bisa melihat rembulan tanpa bantuan telunjuk, bagaimana denganmu?”
Si murid menjadi tersadar dan memohon maaf.
Catatan :
Kebanyakan orang lebih meributkan keotentikan kata-kata, tetapi jarang sekali memahami makna dibalik kata-kata. Perdebatan kitab suci yang mana paling benar ibarat meributkan jari belaka. Mau sampai kapan melihat bulan kalau yang dilihat cuma seputar jari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar