Kunci Mahanamaskara
Cara untuk melakukan mahanamaskara adalah : bayangkan Acarya dan Sang Triratna berada di depan. Mudra diterakan di dahi, ada cahaya putih menyinari dahi (semua karma jasmani menjadi suci murni). Kemudian mudra diterakan di leher, ada cahaya merah menyinari leher (semua karma ucapan menjadi suci murni). Lalu mudra diterakan di ulu hati, ada cahaya biru menyinari ulu hati (semua karma pikiran menjadi suci murni). Setelah kaya-wak-citta (jasmani-ucapan-pikiran) telah disucikan, mudra kembali menyentuh dahi kemudian dilerai, lalu bersujud di lantai. Bisa bersujud dengan cara MAHANAMASKARA YANG MENELUNGKUPKAN SELURUH TUBUH DI LANTAI gaya Tibet atau MAHANAMASKARA PANCAMANDALA atau MAHANAMASKARA VISUALISASI.
Kunci dari Mahanamaskara adalah :
Bersujud kepada angkasa raya (kekosongan)
Diri sendiri adalah angakasa raya (kekosongan).
Dalam buku “Satyabuddha Rahasyatirahasya” saya pernah menyebutkan, “Mahanamaskara dapat melenyapkan karma warna, dapat menjalin hubungan karma dengan Buddha, karena sujud dan hormat dapat menghentikan keserakahan, kebencian, kegelapan batin, dan keangkuhan, merupakan cara bersujud yang terluhur, bahkan merupakan gerakan yoga yang disesuaikan dengan aktivitas olahraga. Setelah diberkati oleh cahaya para Buddha, Bodhisattva dan makhluk suci lainnya, karmawarana yang ditimbun dari kelahiran terdahulu pun lenyap, akhirnya mencapai kesuciaan kaya-wak-citta, diri sendiri menajdi terang benderang.”
Bersujud kepada angkasa raya – bayangkan di angkasa raya ada para Buddha dan Bodhisattva, tak terhitung banyaknya. Diri sendiri adalah angkasa raya – bayangkan diri sendiri dan makhluk hidup di keenam alam lainnya, pun tak terhitung jumlahnya.
Boleh sambil bernamaskara sambil menjapa (membaca) Mantra Namaskara atau sebuah gatha (syair) Penghormatan. Mantra Namaskaranya adalah sebagai berikut : “Om, Namo Manjusriye, Namo Susriye, Namo Uttamasrite Swaha.”
Pahala dari namaskara sambil melakukan visualisasi ini besar sekali. Dengan bersujud demikian, sama saja bersujud kepada Buddha beribu – ribu kali. Inilah kunci dari Mahanamaskara.
Saya kembali memberikan upadesa sebagai berikut :
“kunci dari Mahanamaskara adalah : bersujud kepada angkasa raya dan diri sendiri adalah angkasa raya. Dengan kata lain, membayangkan aku yang tak terhitung jumlahnya, bersujud kepada Buddha yang tak terhitung banyaknya. Pada saat kita bersujud dengan membungkukkan diri, yaitu pada saat kita diliputi rasa bhakti dan rendah hati, kita harus menghilangkan keangkuhan, kecongkakan. Kita ingin bernamaskara, berarti kita harus melenyapkan keangkuhan dari hati (pikiran) kita. Hati demikian, seluas angkasa raya.”
Saya melanjutkan :
“angkasa raya tak ada batasnya. Oleh karena itu, yang kita sujudi adalah angkasa raya yang tiada taranya. Sedangkan swabhawa kita, juga harus ditransformasikan menjadi tak ada batasnya. Ini merupakan kunci Mahanamaskara Angkasa Raya yang tiada taranya. Makna yang terkandung di dalamnya amat dalam, amat menakjubkan, merupakan sejenis peleburan, semacam pertukaran, suatu penghayatan yang tiada tarannya.”
Buddha yang tak terbatas dan tak terhitung jumlahnya, semuanya berubah menjadi aku yang tak terbatas dan tak terhitung jumlahnya. Para Buddha, Bodhisattva dan makhluk suci lainnya berubah menjadi seberkas sinar putih, mengabhiseka aku yang tak terbatas. Keduannya manunggal, cahaya dan cahaya saling berbaur. Bahagia, enteng, melayang, beralaskan bunga teratai. Kunci yang tiada taranya ini adalah bersujud kepada Buddha yang tak terhitung jumlahnya di angkasa raya, diri sendiri yang tak terhitung jumlahnya merupakan angkasa raya, Buddha adalah saya. Ini dilambangkan oleh aksara AH.
Pencapaian demikian adalah :
Sekali sujud sama denan bersujud beribu – ribu kali.
Sekali sujud merupakan manunggalnya aku dengan Buddha.
Saya menuliskan sebuah syair untuk pemaparan kunci MAHANAMASKARA ini :
Bersujud kepada para Buddha, guru yang tiada taranya,
Sang Guru sang Mahawajradhara,
Tiada batas, seperti awan, laksana samudra.
Sujudku pun demikian, tiada batas.
Betapa mendalam, laku bodhi-pradnya.
Abhiseka cahaya menuang jenjang-menjenjang,
Lenyaplah sudah trikarma diri,
Suci murni melebur tiada batas.
Diri sendiri dan Buddha manunggal, memperoleh pencapaian,
Karuna-pradnya tiada putus, oh putra Satyabuddha.
Duduk di atas bunga teratai, oh betapa menakjubkan,
Memasuki Sang Jalan dan mengedarkan pelita dharma.
Di sini saya secara khusus menunjukkan, kunci dari CATUR SARANA adalah BERSARANA KEPADA SWABHAWA, ANDA SENDIRI ADALAH BUDDHA. Sedangkan kunci dari MAHANAMASKARA adalah BERSUJUD KEPADA ANGKASA RAYA, DIRI SENDIRI ADALAH ANGKASA RAYA, yang pencapaian tertingginya adalah BUDDHA DAN AKU MANUNGGAL.
Catur Prayoga dari Tantrayana sebenarnya mengandung makna yang amat dalam. Harap jangan meremehkannya. Semuanya merupakan Dharma yang amat dalam dan luas, semuanya merupakan Dharma yang tiada taranya, semoga dapat memakluminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar