Senin, 19 Agustus 2013

Mahaguru Memohon Ajaran Dharma dari Dakini Putih Seputar Peraturan dari Sang Buddha

 

 

Mahaguru Memohon Ajaran Dharma dari Dakini Putih Seputar Peraturan dari Sang Buddha

~Maha Arya Acarya Lian-Sheng~

 

Awalnya Agama Buddha adalah pemikiran dari ajaran Sang Buddha. Agama Buddha menyebar dari India ke Asia Tenggara, China, Korea, dan Jepang…

Agama Buddha permulaan, karena berbagai kondisi yang terjadi, Sang Buddha baru menetapkan sila dan peraturan.

Apa yang sah.

Apa yang tidak sah.

Pada Agama Buddha permulaan, bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika disebut sebagai empat kelompok umat Buddha.

Kedudukan bhiksu paling dihormati.

Selanjutnya bhiksuni.

Selanjutnya lagi Upasaka (umat perumah tangga yang laki-laki).

Yang terendah adalah Upasika (umat perumah tangga yang perempuan).

Peraturan di dalamnya sangat banyak, cukup banyak dan rumit jika dibahas. Namun, sekarang, pria dan wanita telah setara. Kondisi agak berubah, mengenai peraturan Agama Buddha, saya khusus menanyakannya pada Dakini Putih, memohon ajaran Dharma dari Dakini Putih.

Saya bertanya, “Peraturan Agama Buddha permulaan, pada zaman sekarang, apakah kita harus menaati satu per satu?”

Dakini Putih menjawab, “Paling baik sesuai peraturan Buddha. Mengenai sedikit perubahan, boleh saja, namun, lebih baik jangan menyimpang.”

Saya bertanya, “Dulu, Zhenfo zong ada Acarya berambut, layakkah bhiksu/ni bernamaskara pada Acarya perumah tangga?”

Dakini Putih menjawab, “Tidak layak, paling baik Acarya perumah tangga segera menjadi bhiksu/ni, mengubah yang tidak sah menjadi sah. Upasaka/sika di atas, bhiksu/ni di bawah. Jubah putih di atas, bhiksu di bawah, bernamaskara pada yang di atas, ini adalah tanda-tanda keanehan dari periode penghujung Dharma. Sutra mengatakan, tanda-tanda Mara adalah tidak sesuai lagi dengan peraturan Buddha.”

Saya bertanya, “Zaman dulu, ada perbedaan mencolok antara bhiksu dan bhiksuni, zaman sekarang, pria dan wanita setara, apakah kedudukan bhiksu dan bhiksuni itu setara?”

Dakini Putih menjawab, “Mencapai tingkat Buddha dan Bodhisattva dalam melatih diri, tentu saja setara. Namun, di dunia manusia, tetap saja ada aturannya. Ada orang yang mengusulkan reformasi, namun, secara garis besar, setiap aliran masih menaati peraturan Buddha.”

Saya bertanya, “Acarya perumah tangga duduk di tengah, barisan bhiksu dan barisan bhiksuni duduk di kedua sisinya, apakah ini layak?”

Dakini Putih menjawab, “Janggal. Tidak sesuai peraturan Buddha. Yang paling baik adalah, Acarya perumah tangga duduk di tengah, bhiksu dan bhiksuni duduk di belakang Acarya perumah tangga, berarti menghormati bhiksu/ni, juga layak untuk sementara.”

Saya mengatakan, “Jika seorang upasika/sika duduk di tengah, kepala mengenakan mahkota Pancabuddha, bhiksu dan bhiksuni bernamaskara ke atas, bolehkah?”

Dakini Putih menjawab, “Bernamaskara pada Pancabuddha, ini boleh; tidak boleh bernamaskara para orangnya. Ini juga tindakan yang layak untuk sementara.”

Saya bertanya, “Bagaimana baiknya?”

Dakini Putih menjawab, “Yang paling baik menjadi bhiksu/ni, semua masalah beres.”

“Bagaimana kalau ada yang tidak ingin menjadi bhiksu/ni?”saya berujar.

Dakini Putih menjawab, “Ajaran Tantra menitik beratkan 3 hal: Bodhicitta, niat meninggalkan keduniawian, dan pandangan benar madhyamika. Tanpa niat meninggalkan keduniawian, bagaimana bisa disebut sadhaka?”

Saya mengatakan, “Saya pernah mengatakan bahwa upasaka/sika dan bhiksu/ni adalah setara, apakah ucapan ini salah?”

Dakini Putih menjawab, “Tidak salah. Paling tidak dalam aspek pencapaian adalah setara dan tidak ada perbedaan, semua dapat mencapai tingkat pencapaian. Namun, dalam peraturan Buddha, bhiksu/ni menjalankan Buddhadharma, perumahtangga mendukung Buddhadharma.”

 

Sumber

Tidak ada komentar: